FILOSOFI MUSIK (Pendekatan Musik dalam Manajemen)

Setiap orang boleh memiliki pendapat yang berbeda tentang definisi musik. Namun jika kita jeli, dari sejuta perbedaan dan cara pandang dalam bermusik atau menyelami musik, ada satu esensi dasar yang menurut penulis patut untuk dicermati, yaitu: musik adalah suara yang tercipta karena adanya satu atau sederet bauran frekuensi yang berbeda, yang pada umumnya menumbuh-kembangkan harmoni. (Maaf, jika esensi ini berbeda dengan anda, maupun berbeda dengan beberapa textbook).

Ya benar, jika kita merujuk pada esensi musik secara umum, termasuk musik sebagai hiburan, baik yang bemata air dari tangga nada diatonik berbasis solmisasi do, re, mi, fa, sol, la, si do, maupun berbasis chord C, D, E, F, G, A, B, C dan juga yang berbasis pentatonik dengan ji, ro, lu, mo, nem, ji, semuanya adalah deretan frekuensi yang membaur. Tidak peduli itu berasal dari suara kucing mengeong, suara ayam berkokok, suara ikan paus yang melengking mencari pasangannya, suara serigala kutub di tengah hutan tundra di padang salju pada malam hari, suara gelegar bongkahan gunung es yang terjatuh ke laut karena longsor, suara gesekan bambu yang saling bergesek karena tiupan angin, suara rumput yang bergoyang, suara ranting terinjak kaki, suara jengkerik di ladang jagung dan kacang, suara manusia yang berujud acapella, maupun suara alat musik modern yang membuncah, mendayu dan menggelora dari alat musik yang dikelompokkan sebagai perkusi (saron, peking, gambang, kenong, bonang, gong, drum, gendang, rebana, dll), brass (clarinet, saxophone, trombone, dll), alat gesek (biola, cello, rebab, dll), dentingan dawai yang dipetik (gitar, sasando, siter, dll), maupun alat musik yang dipencet atau keyboard (piano, organ, dll).

Untuk memudahkan pengertian, sebenarnya musik adalah sesuatu yang sangat sederhana atau sangat generik, karena esensinya ”hanya” bauran dari 7 (tujuh) nada dasar yang sebenarnya adalah bauran dari 7 (tujuh) frekuensi yang berbeda, jika kita mengkajinya dari ilmu fisika, yaitu..do..re..me..fa..sol..la..si..do!!! Masing-masing memiliki nilai hertz yang berbeda yang membentuk tangga frekuensi atau tangga nada. Namun jika dari yang sangat sederhana tersebut kemudian jatuh dalam pelukan jiwa, genggaman raga, serta sentuhan benak dan hati, ditambah bekal berupa imajinasi, kreatifitas, inovasi, relasi, eksperimen dan referensi, semua dapat berubah menjadi indah dan berarti, yang dapat merungkas onak dan duri, menguatkan nyali dan membesarkan hati, sehingga dapat menghasilkan simpati, empati, maupin rizki dan baiduri. Karena kita dapat menjadikan setiap nada dasar yang merupakan tangga nada tersebut naik atau turun setengah nada dengan kres atau mol, dapat menambah atau menurunkan oktafnya, atau memberi diksi menjadi seperdelapan, seperempat atau setengah ketukan, dan juga dapat membuatnya bertempo allegro, moderato dan lain-lain.

Ya, dari “hanya” sekedar 7 (tujuh) frekuensi berbeda dapat menggemparkan dunia dengan kekuatannya. “The Power of Music” dapat menggalang dana untuk bencana, dapat menjadi alat kritik atau satire bagi tiran dan diktator, dapat menjadi penawar dahaga bagi yang sedang mabuk cinta, dapat menjadi sarana upacara maupun ritual, dapat menggelorakan semangat perjuangan termasuk perjuangan olah raga, dapat membela kebenaran, dapat menyuarakan ketidakadilan, dan lain-lain. Asal aplikasi musik disampaikan secara tepat, benar, jujur, adil, terbuka, dan dilakukan oleh mereka yang seharusnya bermusik. Karena jika tidak, musik akan menjadi bumerang dan bernada sumbang jika disampaikan oleh mereka yang bukan seharusnya menyampaikan, atau bukan ahlinya. Dengan kata lain, jika aplikasi musik disampaikan oleh orang yang tidak tahu musik, akan membuat kegaduhan dan kehirukpikukan yang tidak perlu, yang sering mencipta bias. Saran penulis, sebaiknya yang tidak tahu tentang musik (baca: manajemen) lebih baik mendengarkan saja (atau syukur kalau bersedia belajar tentang musik), supaya tidak semakin membikin keruh suasana, yang biasanya menjadi kontra produktif dan berujung pada gagalnya pencapaian goal & objective.

BACA :  ANALISA YURIDIS MENGENAI KASUS-KASUS TRANSAKSI DERIVATIF

Di tangan ahlinya, musik dapat dikemas secara solo, duo, trio, kuartet, choir, maupun orkestra yang membahana. Di tangan ahlinya musik dapat meniti nada-nada secara crescendo, decrescendo, maupun meza-divorce. Di tangan ahlinya musik dapat menggabungkan sopran, mezzo-sopran, alto, tenor, bariton dan bas menjadi harmoni dan paduan yang indah. Di tangan ahlinya, musik dapat dibawakan mulai dari attack, intro, interlude dan codanya secara mengena. Di tangan ahlinya musik dapat diberikan persepsi dan intrepretasi dengan intonasi, artikulasi, phrasering, dan teknik pernafasan yang prima. Di tangan ahlinya musik dapat menggelorakan dinamika mulai dari forte, mezzo-forte sampai fortíssimo, meski dapat pula berubah menjadi selembut piano, mezzo-piano bahkan sampai pianissimo. Itulah “The Power of Music”.

Sebagaimana halnya dengan musik, maka manajemen memiliki esensi dan makna yang sama dengan musik. Karena dapat berupa solo, duo, trio maupun orkestra. Namun harus diartikulasikan, dipahami, dan diimplementasikan secara berbeda. “The Power of Music” identik dengan “The Power of Management”” karena esensi atau hakekatnya sama-sama berazas pada “The Power of Implementation”.

Dalam manajemen yang “paling generik”, kita “hanya” dibekali dengan esensi berupa 4 (empat) “nada dasar” dengan frekuensi atau nilai hertz berbeda, yaitu: Planning-Organizing-Actuating-Controlling (P-O-A-C), atau Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A) yang dikenal sebagai Deming Circle, dan lain-lain. Itu malah kurang dari 7 (tujuh) nada dasar dalam musik dengan sistem diatonik, atau 5 (lima) nada dasar musik dengan sistem pentatonik. Kalau tokh kemudian kita dijejali dengan sistem manajemen yang “branded” dan mutakhir seperti TQM, ISO Series, GCG, BSC, MBNQ, Toyota Way, Lean Manufacturing, Six-Sigma, Performance Management System, Prism, Key Performance Indicator Manual, Activity Based Management, Knowledge Management, Tacit Management, CBHAMS, Analytical Hierarchy Process (AHP), Analytical Network Process (ANP), Service Excellence, Primavera, dan lain-lain, itu sebenarnya memiliki esensi yang sama dengan sistem manajemen yang paling generik sekalipun. Yang penting ádalah bagaimana “The Power of Implemention” dapat menjadi infrastruktur atau kapital bagi manajemen. Asal “The Music of Managementt” memperoleh pemain musik dan/atau conductor yang tepat. Supaya harmoni dan keindahan yang ingin dicapai dapat menjadi nyata dan bermakna.

Sebagai contoh, sudut pandang atau ilustrasi lain, DNA boleh beda dengan struktur atau sistem yang kompleks, namun esensinya polimer DNA memiliki tiga komponen utama yang sama, yaitu: gugus fosfat, gula deoksiribosa dan basa nitrogen. Di samping itu sangat jelas, bahwa DNA terdiri dari dua rantai, rantai yang satu merupakan konjugat dari rantai pasangannya. Dengan mengetahui susunan satu rantai, maka susunan rantai pasangannya akan mudah dibentuk. (Aplikasinya dalam Manajemen, silakan baca: Filosofi DNA dan Filosofi Atom).

Kembali ke topik bahasan. Di dunia musik (baca: manajemen) kita wajib mengetahui apa, siapa, untuk apa & siapa, kapan, dimana, bagaimana dan mengapa kita harus bermusik (baca: mengelola). Kapan kita mengelola secara crescendo, kapan harus decrescendo atau meza-divorce. Dimana kita harus acapella, mengapa harus diiringi orkestra atau harus solo atau trio. Juga dalam manajemen kita harus mengetahui bagaimana caranya meniti deretan nada dengan pitch control atau intonasi yang prima, supaya memenuhi standar yang ditetapkan.

Dalam manajemen, seperti halnya musik kita harus pandai menyuarakan nada-nada dengan penuh harmoni, tidak fals atau sumbang yang dapat membuat pendengarnya menjadi tersiksa. Kapan, dimana, mengapa, bagaimana dan dengan siapa kita perlu sopran, mezzo-sopran, alto, tenor, bariton dan bas, serta membuat warna suara atau timbre yang berbeda tersebut menjadi harmoni yang indah, penuh keseimbangan yang benar-benar tanpa cela. Kapan, dimana, mengapa, bagaimana dan dengan siapa kita dapat memberikan artikulasi, intonasi dan phrasering yang tepat. Apakah kita harus meniru Bimbo, Opick, Ernie Johan, Engelbert Humperdinck, Andy William, ST 12, D’Massive, Kris Dayanti, Siti Nurhaliza, Whitney Houston, Shania Twain, George Groban, Christopher Abimanyu, Luciano Pavaroti, Shaggy Dog, John Lennon, atau Mick Jagger? Apakah anda akan mendendangkan lagu cengeng mendayu-dayu, atau lagu berirama cadas, semuanya tergantung anda, karena tergantung dari kemampuan anda. Termasuk jika anda hanya dapat menyanyikan lagu anak “Bintang Kecil” dan “Balonku” atau menyanyi rap. Syukur jika anda memiliki teknik vokal atau teknik bermain musik yang unggul, gaya yang khas, dan kemampuan pendukung lainnya, yang dapat menjadi personal brand anda, sebab itu akan lebih dapat memberikan banyak keuntungan bagi anda. Yang juga patut dicatat, dalam bermusik anda wajib mengetahui dan menelaah, apakah musik yang anda sajikan sesuai atau tidak dengan keinginan dan kedahagaan audiences anda. Jika anda bermusik hanya untuk diri anda, tentu saja berbeda jika anda harus bermusik dengan audiences yang memiliki selera atau warna musik tertentu. Anda tentu saja tidak boleh lepas dari cengkeraman selera mereka, jika ingin mendapatkan apresiasi atau “standing ovation”.

BACA :  Kontroversi Omnibus Law

Dalam manajemen juga ada frekuensi atau nilai hertz yang berbeda, yang dituntut untuk dapat saling memberikan harmoni atau dapat menciptakan interferensi yang positif sehingga tercipta sinergi dari energi dan nurani yang tersaji. Dalam manajemen, pandai-pandailah kita untuk memilih kapan, dimana, mengapa, bagaimana dan dengan siapa kita dapat bermusik secara minor, mayor, atau kombinasi keduanya. Juga kita harus pandai melakukan atau menikmati salah satu atau lebih dari jenis-jenis musik reggae, jazz, blues, country, rock ’n roll, keroncong, dangdut, melayu, stambul, gambus, maupun jenis musik lainnya.

Seandainya anda hanya dapat bermusik (baca: mengelola) yang paling generik dengan hanya mampu meniti nada-nada..do..re..mi..fa..sol..la..si..do, lakukanlah itu dengan cara dan gaya anda. Asal jangan sampai sumbang dalam menyajikannya. Karena anda telah benar-benar bermusik. Daripada anda menyanyikan lagu seriosa yang menguras kemampuan teknik vokal berupa interpretasi, dinamika, artikulasi, intonasi, tempo, teknik pernafasan, dan phrasering yang prima, namun bernada sumbang. Lebih baik anda berteriak …aaa..uuu..ooo, seperti Tarzan sambil bergelayutan di akar yang menjulur di antara pepohonan di lebatnya belantara, karena itu ternyata secara efektif dan efisien dapat sampai pada tujuan untuk memanggil sahabat-sahabat binatangnya, karena akhirnya semua binatang sahabatnya di seluruh belantara dapat mendengar suaranya dan dapat hadir untuk berkumpul merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sesuatu. Karena teriakan aaa…uuu…ooo, dari Tarzan adalah musik generik paling alami dalam kehidupan, seperti halnya suara deburan ombak yang memecah di pantai, kicau paksi di antara embun pagi, desiran pawana siang di antara rumput sabana, kepak sayap burung pemakan bangkai di padang prairi, suara katak ketika hujan atau senja tiba, suara perkutut dan cucak rawa di pendapa atau pringgitan kabupaten maupun rumah gedongan, atau suara tangis bayi ketika baru lahir.

Demikian juga dalam manajemen, jika anda hanya mampu melakukan aktifitas manajerial secara generik, atau juga hanya yang alami, lakukanlah itu secara benar dan benar-benar dilakukan, daripada anda memilih sistem manajemen yang “branded”, namun anda lakukan tanpa pemahaman yang benar, sehingga banyak disturbsi, distorsi dan deviasi.

Berlakukan sistem manajemen yang “branded” jika leadership dan kemampuan anda sudah cukup untuk mengajak orang-orang anda dalam organisasi untuk melaksanakan variasi atau kombinasi dari largo, adagio, moderato, vivace maupun presto. Dan akan lebih baik lagi jika anda mampu untuk membawa organisasi anda menuju con amore, con brio, con fiesto, con espressione, con dolore maupun con maestoso. Juga kapan harus legato, marcato, staccato, atau rubato.Sementara untuk mencapai nada tinggi (target yang tinggi), sementara anda tidak mampu, pilihlah falcetto. Jika anda memang benar-benar mampu bermusik (baca: mengelola) pastilah anda tahu caranya untuk melakukan transposisi atau modulasi, serta memanfaatkan resonansi. Pastikan anda mengambil keputusan untuk melakukan ritenuto, accelerando atau tempo primo.

BACA :  Hipnotis dan Hipnoterapi: Bisakah membantu?

Lakukan semuanya dengan menggunakan keseimbangan antara teori dan praktek. Jangan dewa-dewakan teori, jangan lecehkan praktek. Karena teori tanpa praktek itu omong kosong, sementara praktek tanpa teori itu ngawur. Karena pada dasarnya teori itu bermata air dari proyeksi empiris banyak praktek. Bermusik (baca: mengelola) hanya dengan teori tanpa praktek tidak akan dapat dinikmati, sementara bermusik dengan praktek saja tanpa teori tidak akan pernah membuat kita lebih maju karena tanpa continual improvement, yang akan dapat membawa kita memenangkan persaingan.

Semuanya semata-mata untuk membangkitkan seluruh pantat penonton beranjak dari kursinya untuk memberikan ”standing ovation” bagi musik anda. Yang terpenting, jangan sampai orang mengatakan: “Wah…ternyata suara atau permainan musik anda merdu, indah atau luar biasa sekali…! Namun akan lebih merdu lagi jika anda …bersedia untuk DIAM!!!” Karena suara atau permainan musik yang fals atau sumbang anda, akan membuat orang-orang mengernyitkan dahi, bahkan mungkin muak, mencemooh, atau mengganggu anda dengan suitan-suitan panjang melecehkan. Beruntunglah anda jika tidak disuruh turun dari panggung musik anda. Anda mungkin saja berpedoman, biar saja anjing menggonggong, kafilah tetap akan berlalu. Namun bagaimana jika anjingnya menggigit, tidak hanya menggonggong? Tanpa anda sadari jika anda fals atau sumbang akan membikin kegaduhan manajerial, yang akan menggerogoti kapitalisasi manajerial anda, yang dapat bermuara pada kegagalan pencapaian goal dan objective anda.Yang terpenting dan patut dicatat: “suara fals atau sumbang anda, tidak akan pernah lebih merdu atau lebih enak didengar daripada seandainya anda DIAM !!!”

Namun semuanya itu adalah pilihan! Tergantung mana yang akan dipilih! Yang pasti semuanya memiliki jalan masing-masing.

Yang pasti, musik sulit dan tidak akan pernah menjadi lampau, bahkan akan semakin tumbuh dan berkembang seperti halnya manajemen. Karena musik merupakan bagian dari seluruh masa, termasuk masa depan. Demikian juga halnya dengan manajemen yang wajib ada di seluruh masa. Untuk itu bertabiklah pada masa, supaya anda tidak dicerca oleh masa atau waktu. Juga bertobatlah untuk tidak bermusik secara fals atau sumbang, supaya harmoni yang prima tetap ada dan berada di jalurnya. Sehingga tepuk tangan yang membahana di tengah-tengah jutaan manusia yang tiba-tiba bangkit dari duduknya, berdiri, untuk memberikan apresiasi atas musik anda, menggelegar di setiap wahana dimanapun anda berada. Karena bagaimanapun juga, cara anda bermusik identik dengan cara anda mengelola.

Bagaimana caranya melakukan aktifitas manajerial dengan pendekatan pada filosofi musik? Ikutlah workshop-nya untuk 5 (hari) hari pelaksanaan! Karena yang tertulis di atas hanyalah kulitnya, yang “hanya” setara dengan 1 (satu) hari seminar. Juga karena manajemen adalah seni untuk dapat diaplikasi dan dinikmati, bukan hanya ilmu atau pengetahuan an sich yang berujud teori maupun aplikasi. Yang pasti keduanya memang wajib untuk bertabik pada apresiasi meski tanpa atau dengan audisi. Bukan hanya baka, namun juga fana. Karena baik musik maupun manajemen sama-sama universal. Yang seharusnya bebas dari belenggu apapun, jika tidak ingin ditinggal oleh ruang dan waktu, serta dimensi lain di atasnya, jika memang masih ada.

Terima kasih.