ANALISA YURIDIS MENGENAI KASUS-KASUS TRANSAKSI DERIVATIF

Latar Belakang Dewasa ini, seiring dengan perkembangan jaman, jenis-jenis kegiatan bisnis yang ada semakin bervariatif.

Dengan adanya hal tersebut, maka risiko yang tersembunyi di baliknya pun makin bermacam-­macam pula. Salah satu penyebab adanya risiko di dalam pelaksanaan transaksi kegiatan bisnis tersebut adalah adanya nilai fluktuatif yang dijadikan dasar dari kegiatan tersebut, misalnya gejolak mata uang yang tidak menentu. Risiko yang mengintai inilah yang sedapat mungkin ingin dihindari oleh para pelaku dari kegiatan bisnis tersebut. Karena selain dunia bisnis sekarang ini lebih cenderung ke arah kegiatan yang bersifat spekulatif, ada hal yang perlu dilindungi demi meminimalkan kerugian yang akan diderita oleh para pihak.

ANALISA YURIDIS MENGENAI KASUS-KASUS TRANSAKSI DERIVATIF

Pengalaman krisis ekonomi tiga tahun terakhir menjadi bukti tak terbantah bahwa fluktuasi nilai mata uang menggigit dan merontokkan kegiatan impor ekspor, bahkan juga sektor produksi yang tidak banyak terkait dengan transaksi dengan valuta asing. Upaya untuk melindungi atau mengamankan risiko yang mungkin akan timbul di dalam suatu transaksi biasa disebut 2 dengan hedging. Di dalam transaksi derivatif, Instrumen lindung nilai atas fluktuasi harga mata uang, sedikit banyak memang sudah tersedia di pasar dalam bentuk transaksi forward dan fasilitas swap (dimana kedua cara tersebut adalah yang kerap kali digunakan oleh para pelaku usaha).

Instrumen derivatif sering dicap memainkan fungsi sekunder (secondary rule) dalam ekonomi. Sebagai contoh adalah kehadiran opsi atas saham (stock options) dan kontrak berjangka atas indeks harga saham (stock index futures) memang tak berurusan langsung dengan pengerahan dana masyarakat. Perdagangan kontrak berjangka valuta asing (currency futures) memang tak serta merta meningkatkan aktivitas impor ekspor ataupun transaksi keuangan perusahaan sektor riil. Perdagangan kontrak berjangka komoditi (commodity futures) belum tentu memiliki efek dalam peningkatan produksi komoditas terkait. Hal yang kerap menjadi masalah adalah digunakannya fasilitas tersebut dengan tujuan untuk mengeruk keuntungan pribadi, padahal adanya transaksi derivatif ini adalah bertujuan untuk melindungi para pihak dari kerugian. Di dalam tulisan ini, penulis ingin menguraikan mengenai transaksi derivatif yang terjadi di dalam praktek disertai dengan analisa yuridisnya. B. Identifikasi Masalah – Sampai sejauh mana transaksi derivatif ini diperbolehkan untuk diterapkan?

BAB II TRANSAKSI DERIVATIF

A. Definisi Transaksi Derivatif Perkembangan instrumen keuangan telah dimulai sejak dua abad yang lalu, dan mengalami evolusi secara cepat sebagai respon kebutuhan pasar. Pada awal 70­an, para rockets scientists mengembangkan instrumen keuangan baru, yang dikenal dengan instrumen derivatif. Meski sebenarnya pasar derivatif telah ada dalam berbagai bentuk sejak abad yang lalu, tetapi baru mengalami peningkatan percepat selama 30 tahun terakhir.

Investor kini memiliki alternatif yang lebih luas untuk berinvestasi baik di aset riil, aset keuangan, maupun di instrumen derivatif.1 Instrumen derivatif kini digunakan secara luas oleh investor yang profesional maupun yang individu. Manfaatnya sangat besar, dan memiliki peranan yang sangat penting meski tidak jarang dipahami secara keliru di dunia investasi.

Pengertian transaksi derivatif menurut SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR, tanggal 29 Desember 1995 tentang transaksi derivatif: “suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai dari instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, equity dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana/instrumen”. Dari literatur, transaksi derivatif umumnya dikatakan sebagai transaksi yang struktur dan nilainya
R. Agus Sartono, Manfaat dan Resiko Transaksi Derivatif, dimuat dalam www.bappebti.go.id

4 didasarkan/bergantung pada, dan (karenanya) eksistensi atau keberadaannya merujuk pada, aset lain atau nilai aset lain tersebut. Penyelesaian (settlement) dari transaksi tersebut hampir keseluruhannya dilakukan dengan pembayaran tunai atas selisih nilai (cash settlement) dan tidak dengan penyerahan secara fisik (no physical delivery), dari aset yang mendasari transaksi tersebut (underlying asset).

2 Pengaturan mengenai transaksi derivatif diatur dalam SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR tentang transaksi derivatif tanggal 28 September 1995. Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) dari SK tersebut, bank dapat melakukan transaksi derivatif baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. Bentuk transaksi derivatif sangatlah terbatas yaitu hanya transaksi yang berkaitan dengan valuta asing dan suku bunga, serta transaksi yang berkaitan dengan saham apabila telah mendapatkan ijin Bank Indonesia secara kasus per kasus3.

Transaksi derivatif dalam valuta asing sudah merupakan bagian dari kegiatan usahanya karena produk pasar finansial tersebut sudah merupakan suatu kegiatan perbankan yang tidak bisa dihindarkan lagi dalam era pasar bebas dan era globalisasi perekonomian dunia. Transaksi jual beli valuta asing yang tidak diikuti atau tanpa adanya pergerakan dana dan yang harus diperhitungkan adalah selisih bersih antara harga beli atau jual suatu jenis valuta asing pada saat transaksi dengan harga jual atau beli valuta asing yang bersangkutan pada akhir masa transaksi. Hal tersebut lebih dikenal dengan istilah margin trading.

Transaksi

P.D.D. Dermawan, “Transaksi Swap dan Derivatif Bentuk Perjanjian dan Keabsahannya” yang dimuat dalam Varia Peradilan Tahun XIV No. 167 bulan Agustus 1999, halaman 104. 3 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal 346.
2

5 tersebut sangat mengandung resiko yang tinggi sehingga pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip kehati­hatian bank (prudential banking). Macam­macam dari produk derivatif berdasarkan Undang­undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi: 1. Kontrak Forward: Transaksi antara pembeli dan penjual yang bersepakat untuk menyerahkan komoditi atau aset dalam jumlah dan mutu tertentu pada tanggal yang ditetapkan di masa datang. 2. Kontrak opsi: Hak, bukan kewajiban untuk membeli (call) dan menjual (put) komoditi/aset tertentu pada tingkat harga yang ditetapkan (strike/exercise price) dalam jangka waktu tertentu (sampai tanggal berakhir). 3. Kontrak swap: Perjanjian untuk membeli dan menjual secara bersamaan komoditi/aset yang sama dalam jangka panjang (satu sampai tujuh tahun).

Transaksi derivatif yang sering dilakukan diantaranya adalah opsi (option), yaitu hak untuk membeli (call option) atau menjual (put option) suatu valuta asing (misalnya US Dollar) dengan penyerahan untuk jangka waktu di depan. Mekanisme dari bentuk ini adalah sebagai berikut: investor dapat saja memperoleh hak membeli atau menjual kontrak dimasa datang dengan harga tertentu contoh: investor A memperoleh hak untuk membeli US Dollar untuk bulan X tahun 1994 dari harga US$1= Rp. 2100,­ dengan membayar premi sebesar yang disepakati bersama.

Jika pada bulan X tahun 1994 harga US Dollar diatas Rp. 2100,­ maka A akan memperoleh keuntungan. Namun 6 sebaiknya apabila harga US dollar berada di bawah Rp. 2100,­ maka A hanya memperoleh premi saja.4 Kewajiban bagi bank yang melakukan transaksi derivatif antara lain: a. Memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk melakukan transaksi derivatif, dan kemampuan untuk mengidentifikasi dan nmenghitung potensi resiko yang mungkin terjadi dari transaksi derivatif (Pasal 4 ayat (1) SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR tentang transaksi derivatif) b. Melaporkan mengenai kesiapannya dalam melakukan transaksi derivatif (Pasal 4 ayat (2) SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR tentang transaksi derivatif) c. Memberikan penjelasan secara lengkap kepada nasabah yang akan melakukan transaksi derivatif terutama mengenai resiko yang timbul dari transaksi tersebut (Pasal 5 ayat (1) SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR tentang transaksi derivatif). d. Memberikan laporan kepada nasabah secara mingguan mengenai posisi transaksi derivatif nasabah dan laporan khusus pada saat posisi nasabah dianggap cukup membahayakan (Pasal 9 ayat (2) SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR tentang transaksi derivatif). e. Memberikan laporan kepada Bank Indonesia secara mingguan mengenai transaksi derivatif yang mencakup kerugian atau keuntungan baik secara riil maupun yang potensial, dan posisi transaksi derivatif baik untuk kepentingan bank sendiri maupun untuk kepentingan nasabah (Pasal 10 ayat (1) SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR tentang transaksi derivatif).
4

7 f. Melaksanakan dokumentasi transaksi derivatif sesuai dengan perjanjian yang ditetapkan. Semua kewajiban di atas harus diperhatikan menyangkut pelaksanaan prinsip kehati­hatian perbankan. Maka jelaslah bahwa transaksi derivatif adalah berdasarkan kausa yang halal, karena dalam praktek hukum di Indonesia sekarang banyak kasus transaksi derivatif menjadi sengketa di pengadilan, sehingga memunculkan pandangan negatif terhadap transaksi derivatif tersebut. Hal demikian terjadi karena adanya kesimpangsiuran dalam memahami ketentuan sehubungan dengan transaksi derivatif. Fungsi daripada transaksi derivatif yaitu5: 1. Sebagai model investasi

BACA :  Ken Arok: Legend of Rogues become Ruler

Ibid, halaman 348

Dalam hal ini transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu model berinvestasi, tetapi umumnya investasi jangka pendek (yield enhancement). 2. Sebagai cara lindung nilai Dalam hal ini transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), yakni yang disebut dengan risk management. 3. Informasi harga Dalam hal ini transaksi derivatif dapat berfungsi untuk sekedar mencari/memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu di kemudian hari (price discovery). Misalnya, harga emas 6 bulan mendatang dapat tercermin dari harga emas di pasar berjangka tersebut. 4. Fungsi spekulatif

5

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Tingkat Advance), Bandung: PT, Citra Aditya Bakti, 2001, halaman 4-5.

8 Perdagangan derivatif dapat dan sering juga digunakan sebagai salah satu cara berspekulasi bagi mereka yang senang dengan hal­hal yang bersifat untung­untungan atau spekulasi 5. Membuat fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien. Transaksi derivatif, khususnya atas barang komoditi dapat membuat berjalannya dengan baik dan efisien terhadap fungsi manajemen produksi. Sebab, dengan adanya transaksi berjangka (atas barang­barang komoditi) fungsi manajemen produksi dari suatu produsen akan mendapat gambaran permintaan dan kebutuhan pasar di masa yang akan datang terhadap produk yang dihasilkannya itu, dengan cerminan gambaran harga di pasar. Dengan demikian, kapasitas produksi dan penyimpanan barang dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut.

6. Untuk mencegah gejolak harga pasar yang ekstrim terhadap underlying asset Dengan adanya perdagangan berjangka, maka pasar akan bereaksi yang positif terhadap permintaan dan penawaran. Sebab, dalam bisnis seperti ini, indikator harga dihitung secara cermat sehingga jika ada harga underlying asset yang terlalu rendah misalnya, maka demand akan tinggi sehingga dengan demikian tingkat harga akan segera naik lagi, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian, fluktuasi harga dari underlying asset menjadi tidak terlalu tinggi dan selalu terjaga pada batas­batas harga normal. Bisnis transaksi derivatif merupakan bisnis beresiko tinggi. Karena itu pihak bank sebagai pihak yang berperan sangat penting perlu menyikapi secara hati­hati terhadap setiap 9

hal yang berkaitan dengan transaksi derivatif ini sesuai dengan prinsip­prinsip “safe and sound” dalam dunia perbankan.6 Dalam beberapa kasus, pihak yang mengalami kerugian dari transaksi derivatif tidak mau menanggung kerugian, dalam arti tidak mau membayar kewajibannya kepada pihak lawan, seperti bank dengan dalih mereka ikut dalam transaksi karena dibujuk rayu sehingga tidak memenuhi Pasal 1320 KUH Pedata. Sayangnya hal tersebut seringkali dimenangkan oleh pengadilan, namun akhirnya ketidak jelasan mengenai transaksi derivatif secara hukum terjawab melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) dalam kasus Dharmala Agrifood No: 2/PK/N/1999 tanggal 6 April 1999.

Mahkamah Agung (MA) di dalam putusannya menyatakan bahwa transaksi derivatif merupakan transaksi yang sah dan tepat. Transaksi derivatif adalah transaksi yang sangat lazim dilakukan dalam praktek secara nasional dan internasional. Karena itu tidak ada alasan yang kuat dan tidak perlu sama sekali melarang prkatek transaksi derivatif ini. Namun demikian, bagaimana sebenarnya struktur hukum dari transaksi derivatif ini dan bagaimana pengaturan hukumnya, khususnya hukum perdata perlu suatu analisis yang komprehensif dan hati­hati. Memang secara administratif, transaksi derivatif telah diatur dengan peraturan­peraturan administratif yakni oleh peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral. Peraturan­peraturan dari Bank Indonesia ini umumnya bersifat pengawasan dan preventif terhadap kemungkinan kerugian yang dialami para pihak secara tidak wajar. Dalam hal ini tentunya tidak menjadi masalah jika ada pihak yang dirugikan secara “wajar”, mengingat bisnis derivatif ini memang
6

10 merupakan bisnis yang beresiko tinggi (high risk) dan merupakan bisnis kalah menang (zero sum business). 7 Apabila dilihat dari segi hukum perdata transaksi derivatif adalah transaksi yang berdasarkan atas suatu kontrak atau perjanjian antara para pihak yang terlibat di dalam transaksi tersebut. Konsekuensi yuridisnya adalah pemberlakuan ketentuan buku III KUH Perdata termasuk mengenai syarat sahnya perjanjian dan prinsip kebebasan berkontrak. B. Prudential Banking Guncangan besar yang terjadi di dunia perbankan sejak akhir tahun 1997 masih terasa hingga saat ini. Restrukturisasi yang dicoba untuk dibangkitkan guna memulihkan kembali fungsi bank sebagai lembaga intermediasi masih diliputi suasana yang serba pincang. Mekanisme kebijakan yang sarat diwarnai oleh proses tarik ulur, lemahnya penegakan hukum serta rontoknya keterlibatan hukum, telah memberikan

Ibid, halaman 5.

sumbangan yang besar terhadap komplikasi persoalan di lingkungan perbankan. Padahal, goyahnya lembaga perbankan tak hanya disebabkan oleh memburuknya posisi devisa netto dan meroketnya rekening administratif dalam valuta asing. Akan tetapi, itu juga berkaitan dengan rontoknya likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas bank, seperti yang terlihat melalui besaran non performing loan dan merosotnya return on assets. Akar dari ukuran teknis perbankan itu ternyata bermuara pada dua persoalan pokok. Yaitu lemahnya institusi pengawasan dan pudarnya prinsip prudential banking. Bahwa pada Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan:
7

Ibid, halaman 39.

11 “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomu dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Untuk mengelola sebuah bank secara baik berdasarkan prinsip­prinsip perbankan yang sehat dan dinamis (prudential banking), ada beberapa langkah yang harus diperhatikan secara seksama. Langkah­langkah itu terdiri dari: 1. Perumusan kebijaksanaan bank Langkah pertama yang dilakukan oleh top manajemen bank yaitu para anggota direksi (bersama­sama dengan para komisaris) adalah menyusun suatu ramalan bisnis dengan melihat kondisi internal dan eksternal.

Kondisi internal yang perlu dilihat dalam pola dasar manajemen bank guna perumusan kebijaksanaan adalah fasilitas yang tersedia distribusi aktiva pendapatan dan biaya. Sedangkan kondisi eksternal yang perlu ditelaah adalah peraturan­peraturan yang berlaku, situasi moneter lokal dan nasional, kondisi perdagangan dan situasi moneter. Secara ringkas ada 2 macam kebijaksanaan bank yang perlu diperhatikan dengan sungguh­sungguh, yaitu: – kebijaksanaan yang dirumuskan sesudah pertimbanganpertimbangan yang matang terhadap konsekuensi dari semua pilihan yang tersedia. – Kebijaksanaan yang timbul dari tindakan tunggal atau berulang­ulang.

Dalam prudential banking, dewan komisaris mempunyai kedudukan yang penting. Mereka bertugas tidak hanya melakukan pengawasan umum atau mengawasi kebijaksanaan tetapi juga melakukan analisis atas berbagai masalah bank dan memberikan masukan­masukan penting bagi direksi dan staf­staf profesional. 12 2. Penyusunan rencana pengembangan organisasi

Suatu langkah utama untuk mencapai tujuan organisasi dan untuk menunaikan kewajiban dan tanggung jawab adalah merencanakan organisasi dan mengembangkannya. Pada dasarnya perencanaan organisasi atau mengevaluasi organisasi yang ada adalah pembagian kerja (division of work) yang logis, penetapan garis wewenang yang jelas, pengukuran pelaksanaan dan prestasi. Melalui perencanaan yang demikian akan dapat dibuat struktur organisasi yang sehat dan efektif. Bagi bank-­bank yang telah berjalan, dapat pula dilakukan reorganisasi guna penyesuaian organisasi pada kebutuhan bisnis masa kini.

3. Staffing dan Pengembangan manajerial skill Top manajemen bertanggung jawab terhadap lancarnya rancana organisasi dengan membuat program yang dirancang dan dilaksanakan untuk menjamin staffing yang sesuai dengan struktur organisasi, sekurang­kurangnya untuk jabatan senior dan pengawas. Perlu ditekankan bahwa pada umumnya perencanaan manajemen bukanlah melaksanakan sendiri pemecahan masalah­masalah tertentu yang dihadapi, melainkan mengawasi bahwa tindakantindakan yang semestinya telah dilaksanakan oleh orangorang lain dengan cara yang teratur, efektif dan kontinu.

4. Pengawasan internal Kelancaran operasi bank adalah kepentingan paling utama dari direksi (top manajemen) melalui pengawasan, para manajer dapat menentukan tercapai tidaknya harapan 13 mereka. Di samping itu, pengawasan ini dapat membantu manajer mengambil keputusan yang lebih baik. 5. Penetapan sistem manajemen Sistem manajemen yang kita maksudkan dalam pembahasan ini adalah berhubungan dengan tata cara bank mengatur pola operasional dari berbagai aktifitas bank. Pola ini erat pula dengan sistem sentralisasi maupun desentralisasi.

BACA :  Kontroversi Omnibus Law

6. Sound banking business sebagai suatu sistem universal yang harus diikuti oleh manajemen bank. Pengelolaan bisnis harus berdasarkan norma perbankan yang sehat dengan memadukan unsur agent of development dan financial intermediary, sehingga peranan bank dalam ekonomi akan benar­benar terasa manfaatnya. Sebagai agent of development, bank tidak semata­mata mengejar profit, tetapi juga memperhatikan prioritas­prioritas pembiayaan pembangunan nasional sesuai dengan tahaptahap yang ditetapkan. Dengan demikian, bank sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip tersebut di atas dalam rangka melindungi pihak­pihak yang berkaitan dengannya.

BAB III ANALISA KASUS

A. Kasus Panin Bank vs. PT. Matahari Pusakatama Pada tanggal 23 September 1996, PT. Matahari Pusakatama menerima fasilitas pinjaman jangka panjang (PJP) dari Bank Panin sebesar Rp. 41,5 milyar dengan jangka waktu kredit 5 tahun disertai jaminan Hak Tanggungan peringkat pertama atas tiga bidang tanah berikut gedung Matahari Plaza senilai Rp. 41.499.999.911,­. Mengingat pendapatan sewa yang diperoleh dari Matahari Department Store adalah dalam mata uang US Dollar, PT. Matahari Pusakatama melihat peluang untuk meminimalkan beban bunga pinjaman rupiahnya melalui transaksi cross currency swap (swap). Tindakan tersebut lebih dikenal dengan istilah hedging, yaitu suatu upaya untuk melindungi risiko yang mungkin timbul di dalam suatu transaksi.

Cross currency swap adalah kombinansi dari interest rate swap dan currency swap karena transaksi ini berkenaan dengan suku bunga dan nilai tukar. Interest rate swap adalah suatu perjanjian dimana suatu pihak (A) menyetujui dan mengikatkan dirinya untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak lain (B), dimana pembayaran ditentukan dengan merujuk pada suatu jumlah pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan kalkulasi tersebut saja (notional amount/calculation amount) dan suku bunga tetap (fixed interest rate) atau mengambang (floating interest rate) dan sebaliknya B menyetujui dan mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak A, pembayaran mana ditentukan dengan merujuk pada jumlah pokok kalkulasi (notional amount/calculation 15 amount) yang sama dan suku bunga mengambang (floating interest rate) atau tetap (fixed interest rate).

Currency swap adalah suatu perjanjian dimana suatu pihak (A) menyetujui dan mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada pihak lain (B), dimana pembayaran ditentukan dengan merujuk pada suatu jumlah pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan kalkulasi tersebut saja (notional amount/calculation amount) dalam mata uang tertentu dan suku bunga mengambang (floating interest rate) atau tetap (fixed interest rate), dan sebaliknya B menyetujui dan mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran secara berkala kepada A, dimana pembayaran ditentukan dengan merujuk pada suatu jumlah pokok tertentu yang disepakati para pihak untuk keperluan kalkulasi tersebut saja (notional amount /calculation amount) dalam mata uang tertentu dan suku bunga mengambang (floating interest rate) atau tetap (fixed interest rate).

Pada tanggal 30 September 1996, PT. Matahari Pusakatama melakukan transaksi cross currency swap (tukar menukar valuta) dengan Bank Panin, dengan jumlah fasilitas sebesar US$ 17,9 juta dimana pembayaran dilakukan setiap 3 bulan sebesar Rp. 1 milyar ditambah bunga dengan pembayaran pokok pinjaman terakhir sebesar Rp. 22,5 milyar dan jatuh waktu fasilitas tersebut pada tanggal 30 September 2001. Transaksi cross currency swap ini merupakan salah satu bentuk dari transaksi derivatif, dimana transaksi cross currency swap ini berfungsi sebagai perlindungan terhadap adanya gejolak nilai tukar dan bunga antar dua mata uang yang berbeda.

Cross currency swap yang dilakukan antara PT. Matahari Pusakatama dengan Bank Panin adalah sebagai berikut: 16 – PT. Matahari Pusakatama berkewajiban untuk menyerahkan uang sejumlah total US$. 17,9 juta kepada Bank Panin yang dibayar secara cicilan setiap 3 bulan sebesar US$ 431,406.38 ditambah bunga tetap sebesar 10,65% p.a, dengan pembayaran cicilan terakhir sebesar US$. 9,706,643.66 – Bank Panin berkewajiban untuk menyerahkan uang sejumlah total Rp 41,5 miliyar kepada PT. Matahari Pusakatama yang dibayar secara cicilan setiap 3 bulan sebesar Rp. 1 Miliyar ditambah bunga tetap sebesar 19,75 % p.a. dengan pembayaran cicilan terakhir sebesar 22,5 miliyar.

Sejak terjadinya krisis pada pertengahan 1997, PT. Matahari Pusakatama mulai kesulitan untuk memenuhi kewajiban swapnya karena pendapatan sewa dari Matahari Department Store tidak berdasarkan nilai tukar pasar, namun hanya menggunakan nilai tukar sebesar Rp. 4.000,­ /US$. Di sisi lain PT. Matahari Pusakatama memiliki kewajiban pembayaran dalam mata uang US Dollar kepada Bank Panin. Hal ini mengakibatkan cash flow mismatch pada PT. Matahari Pusakatama yang pada akhirnya mengakibatkan PT. Matahari Pusakatama tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya pada Bank Panin, baik kewajiban atas PJP maupun kewajiban atas cross currency swap.

Untuk menyelesaikan seluruh pinjamannya kepada Bank Panin, PT. Matahari Pusakatama minta agar dilakukan restrukturisasi seluruh kewajiban. Proses restrukturisasi telah mulai sejak akhir tahun 2000, dimana PT. Matahari Pusakatama mengajukan unwind terhadap transaksi swap. Perincian atas transaksi unwind yang dilakukan oleh PT. Matahari Pusakatama 17 dilakukan berdasarkan surat­surat konfirmasi transaksi unwind yang telah disetujui oleh PT. Matahari Pusakatama. Dengan dilakukannya transaksi unwind tersebut, maka kewajiban semula PT. Matahari Pusakatama untuk melakukan pembayaran US Dollar berdasarkan transaksi swap telah berubah menjadi kewajiban pembayaran dalam rupiah.

Pada akhir bulan Juni 2001 telah dicapai kesepakatan restrukturisasi seluruh kewajiban PT. Matahari Pusakatama. Kesepakatan ini dicapai dalam suatu pertemuan dengan PT. Matahari Pusakatama di Bank Panin. Adapun garis besar kesepakatan restrukturisasi adalah sebagai berikut: 1. Selambatnya pada tanggal 29 Juni 2002 Bank Panin telah menerima dana initial payment sebesar 20% dari total kewajiban PT. Matahari Pusakatama pada posisi tanggal 29 Juni 2001; 2. Bank Panin akan memberikan diskon sebesar jumlah initial payment yang dilakukan oleh PT. Matahari Pusakatama. 3. Denda atas tunggakan PJP akan dihapuskan, sementara tunggakan bunga akan ditambahkan pada jumlah kewajiban setelah initial payment dan diskon; 4. Selanjutnya atas sisa kewajiban akan direstrukturisasi.

Bahwa karena PT. Matahari Pusakatama tidak dapat memenuhi kewajiban­-kewajibannya maka Bank Panin mengajukan permohonan eksekusi Hak Tanggungan. Atas permohonan PT. Matahari Pusakatama mengajukan bantahan. Menurut keterangan saksi ahli Hariyadi Ramelan, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan cross currency swap adalah bentuk transaksi derivatif yang dibuat untuk menjadi sarana memprediksi nilai tukar rupiah atau tingkat suku bunga 18 dari perubahan­perubahan yang mungkin akan terjadi pada nilai tukar antar mata uang atau tingkat suku bunga.

Bahwa Para pihak yang terlibat dalam permasalahan ini terikat secara hukum untuk memenuhi prestasinya baik itu prestasi yang tercemin dari perjanjian kredit dan perjanjian jaminan, perjanjian cross currency swap maupun perubahan dan penegasan kembali terhadap perjanjian kredit dan perjanjian jaminan yang memuat dua jenis fasilitas yaitu fasilitas pinjaman uang dan fasilitas tukar menukar valuta (cross currency swap), dimana dalam perjanjian­perjanjian tersebut telah ditentukan secara pasti mengenai: a. jangka waktu pembayaran b. jangka waktu pembayaran tukar menukar valuta c. bunga d. denda keterlambatan Bahwa selanjutnya mengenai perjanjian cross currency swap yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak, didalamnya telah membuktikan adanya jadwal pembayaran yang harus dilakukan oleh PT. Matahari Pusakatama, mengingat di dalam perjanjian tersebut dimuat klausula mengenai pembayaran oleh PT. Matahari Pusakatama kepada Bank Panin yang dilakukan dalam US Dollar dan dari Bank Panin kepada PT. Matahari Pusakatama dalam bentuk rupiah.

Bahwa transaksi derivatif yang berupa cross currency swap dalam perkara ini merupakan perjanjian yang dibuat berdasarkan hukum Indonesia Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut: 1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. 19 2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian. 3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya. 4. Kebeban untuk menentukan obyek perjanjian. 5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. 6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang­undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).8 Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang­undang bagi mereka yang membuatnya, oleh karena itu para pihak sudah selayaknya PT. Matahari Pusakatama dan Bank Panin selaku pihak­pihak di dalam PJP dan cross currency swap terikat dengan klausula yang ada di dalam perjanjian tersebut.

BACA :  Hipnotis dan Hipnoterapi: Bisakah membantu?

Di dalam Pasal 3 UU No. 4 Tahun 1996 disebutkan mengenai 3 jenis hutang yang dapat dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan berdasarkan 2 jenis perjanjian yaitu perjanjian utang piutang dan perjanjian lain, dimana hutanghutang tersebut adalah: 1. Hutang yang telah ada; 2. Hutang yang baru akan ada, tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan jumlah tertentu; 3. Hutang yang baru akan ada tetapi telah diperjanjikan sebelumnya dengan jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan diajukan ditentukan berdasarkan perjanjian hutang piutang atau perjanjian
Hasanuddin Rahman, Legal Drafting, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, halaman 11-12
8

20 lain yang menimbulkan hubungan hutang piutang yang bersangkutan Berdasarkan ketentuan pasal tersebut di atas terbuktilah bahwa hutang dari cross currency swap juga dapat diikat dengan jaminan pembebanan Hak Tanggungan. Maka dari itu, PT. Matahari Pusakatama memang telah melakukan suatu tindakan wanprestasi dengan tidak melaksanakan kewajiban yang telah diatur di dalam perjanjian yang telah mereka sepakati bersama, sehingga Bank Panin memiliki hak untuk mengajukan eksekusi atas apa yang menjadi hak tanggungannya.

B. Kasus PT Mayora Indah vs Bankers Trust International Plc, cs. Gugatan PT Mayora Indah terhadap Bankers Trust International dan pihak­pihak yang terkait dengannya didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 30 Oktober 1998. Hal tersebut dipicu dengan adanya transaksi derivatif currency and interest rate swap berupa penjualan US$ 51,313,629 pada kurs Rp 2.436/US$ per 14 Juli 2004. Atas transaksi tersebut, disepakati PT Mayora Indah akan membayar suku bunga mengambang dan menerima suku bunga tetap. Bankers Trust dianggap memberikan nasehat yang menyesatkan PT Mayora Indah sehingga terlibat dalam transaksi yang merugikan. Dalam nasehatnya Bankers Trust mengemukakan bahwa PT Mayora Indah akan memperoleh keuntungan berupa penghematan pajak, cash flow dan penghematan biaya.

Ternyata di dalam perjalanannya tidak ada diantara yang dijanjikan tersebut tercapai, malah yang terjadi sebaliknya. Per 31 Desember 1997 PT Mayora Indah 21 membukukan kerugian bersih dari transaksi derivatif sebesar Rp. 113,31 milyar. Bahwa Bankers Trust memberikan nasehat kepada PT Mayora Indah untuk melakukan transaksi derivatif swap dalam bidang spekulasi bunga untuk penghematan biaya. Bankers Trust juga memberi nasehat bahwa tingkat suku bunga rupiah sebesar 15 % sama nilainya dengan tingkat suku bunga US Dollar di pasar antar bank ditamabah 1,4% ­ 1,45 % atas uang pokok senilai Rp. 100 miliyar. Atau bunga rupiah per tahun US$

LIBOR + 1,4 % ­ 1,45 % . Uang pokok Rp. 100 Miliar tersebut hanya nilai fiktif (Bankerst Trust memakai istilah “a notional amount” atau suku bunga dihitung dari uang pokok (principal) yang tidak pernah ada atau fiktif. Bankers Trust juga memberikan jaminan bahwa mereka sangat ahli dalam transaksi derivatif dan full service dari mereka akan bermanfaat bagi PT Mayora Indah. Selain itu Bankers Trust juga meyakinkan PT Mayora Indah bahwa transaksi derivatif akan memberikan keuntungan baginya berupa arus kas yang positif dari perbedaan tingkat suku bunga rupiah dan suku bunga US Dollar. Bahwa perikatan diantara PT Mayora dengan Bankers Trust didasarkan atas paksaan, kekhilafan atau penipuan sehingga menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya (Pasal 1449 KUHPerdata) maka dari itu unsur kesepatan sebagaiman dianut oleh Pasal 1320 KUHPerdata tidak terpenuhi.

Tindakan dari Bankers Trust juga bertentangan dengan SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR dimana Bankers Trust tidak pernah melaksanakan ketentuan Pasal 5 (1) SK Dir BI tersebut, Bankers Trust tidak pernah memberikan penjelasan apapun terhadap PT Mayora Indah mengenai resiko yang akan timbul 22 dari transaksi tersebut dan PT mayora tidak pernah menandatangani Risk Disclosure Statement Bahwa mengingat sifat dari transaksi derivatif/cross currency swap transaction adalah spekulasi dan pengetahuan dan keahlian memprediksi mata uang sangat sedikit bagi nasabah dibandingkan dengan Bank, maka untuk melindungi masyarakat Bank Indonesia menerbitkan SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR yang membatasi transaksi derivatif secara terbatas dengan persyaratan yang sangat berat.

Dengan demikian Bankers Trust dinilai sengaja menjerumuskan PT. Mayora Indah karena tidak memberikan semua fakta yang berkaitan dengan melemahnya mata uang rupiah terhadap US Dollar. Penulis berpendapat, dalam kasus PT. Mayora Indah ini transaksi derivatif yang dilakukan bukan merupakan tindakan hedging yang memenuhi unsur­unsur dari prudential banking, karena master agreement dari transaksi tersebut juga merupakan hal yang fiktif, sehingga tidak memenuhi keabsahan dari transaksi derivatif. 23 BAB IV KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik oleh penulis sehubungan dengan identifikasi masalah yang diambil adalah:

Transaksi derivatif ini banyak sekali menawarkan keuntungan­keuntungan bagi para pelakunya, misalnya dengan adanya keuntungan yang berlipat ganda sehubungan dengan gejolak mata uang dan suku bunga. Di samping itu hal ini juga merupakan suatu cara untuk melindungi nilai berkaitan dengan valuta asing dan suku bunga yang bersifat fluktuatif (hedging). Akan tetapi mengingat bahwa transaksi derivatif ini merupakan bisnis yang beresiko tinggi, maka bank merupakan pihak yang harus memiliki peran di dalam menyikapi prinsip kehati­hatian terhadap setiap hal yang berkaitan dengannya (dalam hal ini adalah prudential banking). Yang tidak layak untuk dilaksanakan adalah apabila transaksi derivatif ini dilaksanakan semata­mata hanya untuk spekulatif saja dengan maksud mengeruk keuntungan semata yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi pihak­pihak lainnya.

Melihat kepada dua kasus di atas, memang transaksi derivatif merupakan perikatan yang sah menurut pandangan hukum apabila dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang­udangan yang berlaku, baik dari segi ketentuan perdata maupun SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR. Maka sejauh kontrak mengenai transaksi derivatif tersebut adalah sah di muka hukum, maka terhadap wanprestasi dari salah satu pihaknya, maka pihak tersebut haruslah bertanggung jawab. 24 Sedangkan apabila kontrak tersebut didasari dengan itikad buruk dan tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, maka transaksi tersebut dianggap tidak sah.

25 DAFTAR PUSTAKA Buku: Hasanuddin Rahman, Legal Drafting, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000. Imam Sjahputra Tunggal; Arief Djohan Tunggal; dan Amin Widjaja Tunggal, Peraturan Perundang-undangan Perbankan Di Indonesia, Jakarta: Harvarindo, 1997. Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumni, 1983. Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000 Muchdarsyah Sinungan, Strategi Manajemen Bank Menghadapi Tahun 2000, Jakarta: Rineka Cipta, 1994 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995. 26 Peraturan Perundang­undangan Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. cet. 23. Jakarta: Pradnya Paramita, 1990. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Transaksi Derivatif. SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR, 1995. Majalah Hukum: P.D.D. Dermawan, “Transaksi Swap dan Derivatif Bentuk Perjanjian dan Keabsahannya.” yang dimuat dalam Varia Peradilan (Agustus 1999), Jakarta: IKAHI “Transaksi Derivatif dan Kepailitan Putusan Peninjauan Kembali MA-RI” yang dimuat dalam Varia Peradilan (Desember 1999), Jakarta: IKAHI Internet “Produk Derivatif Pemanis Bursa,” (http://www.suaramerdeka.com/harian/0206/17/eko2.htm) , 17 Juni 2002 “Undang Investor dengan LQ45,” (http://www.suaramerdeka.com/harian0111/27/eko2.htm), 27 Nopember 2001 R Agus Sartono, “Manfaat dan Resiko Transaksi Derivatif” (http://www.bappebti.go.id/publikasi/b0301007.asp). 27 John MacDougall ([email protected]), “Gatra­Agar Bank Tidak Terperosok,” (http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/01/04/ 0033.html), 4 Januari 1996. Pradjoto, “Empat Pilar Hukum Ekonomi Masa Depan”, (http://www.kontan­online.com/03/15/refleksi/ref1.htm), 4 Januari 1999.